Daftar Isi
Iri hati dan perannya dalam masyarakat dengan Memahami Sisi Gelap Sifat Manusia
Iri hati merupakan emosi yang meresap begitu dalam pada sifat manusia, telah menjadi subjek keingintahuan dan kontemplasi selama hidup kita. Meskipun wajar untuk merasakan kecemburuan saat menyaksikan kebahagiaan dan kesuksesan orang lain, ada sebagian orang yang menunjukkan ciri khas: kurangnya keinginan untuk melihat orang lain menjalani kehidupan yang menyenangkan. Dalam artikel ini, kita menyelidiki psikologi dengan memahami di balik fenomena yang menarik ini dan menjelaskan kemungkinan alasan di balik mengapa beberapa individu mengalami emosi seperti itu dengan menggali sifat buruk mengapa ada beberapa orang tidak ingin melihat orang lain bahagia?
Kemiskinan adalah awal dari timbulnya kejahatan
Semua manusia itu pada dasarnya ingin hidup dalam kebahagiaan, tetapi bila mereka tidak sanggup mencapai kebahagiaan tersebut maka itu adalah alasan mendasar banyak orang melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan pencurian atau kejahatan demi mendapatkan barang bernilai atau sejumlah uang sebagai modal dalam menjalani awal dari kehidupan mereka menjadi lebih baik atau malah dapat menjadi lebih buruk karena mereka telah mengadu nasip atau keberuntungan dengan mempertaruhkan hidup mereka untuk masa depan mereka yang abu-abu karena telah melawan hukum dengan melakukan berbagai upaya dalam mencari arti dari kebahagiaan yang mereka inginkan. Maka kemiskinan dapat menciptakan ego berupa privilege mereka sebagai orang susah tersebut dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan perjuangan.
Semua manusia itu pada dasarnya dapat ingin selalu menang dalam segala persoalan hidup mereka, karena kekuatan yang berasal dari ego mereka ingin selalu dapat menang dengan kata lain harus ada pihak yang dirugikan yaitu pihak yang kalah. Dengan demikian, siapa pun yang kalah pada dasarnya ialah orang yang tidak tahu diri bahwa ia terlalu lemah. Namun karena ego mereka terlalu besar dan ingin menang, mereka akhirnya hancur karena melawan, berharap menjadi pemenang dengan mengorbankan orang lain. Ketika gagal, mereka menangis, menuntut keadilan, dan merasa terzalimi akibat ego besar yang membuat mereka buta akan kelemahan sendiri. Mereka yakin bahwa keadilan akan berpihak pada mereka karena keberanian, meskipun mereka lemah.
Orang lemah itu pada dasarnya hanya modal histeris untuk memutar balikan keadaan jika mereka gagal mengalahkan orang lain dalam kondisi tidak berdaya. Atau kah mereka itu seorang victim mentality seperti mentalitas orang narsistik yang suka menyalahkan orang lain dengan sikap mereka selalu risih karena kedengkian hati (Pendengki) mereka terhadap orang lain seperti orang stress. Dan mereka seperti orang cengeng bisanya hanya mengorbankan orang lain “playing victim”.
Hiburan Kita
Bagi mereka, kemenangan berarti kebanggaan yang luar biasa karena berhasil menjatuhkan orang yang lebih tinggi martabatnya. Namun, pihak yang diserang tidak memperoleh keuntungan apa pun jika membalas, selain citra yang buruk, mereka memilih bertahan karena tahu perlawanan balik tidak menguntungkan.
Tetapi, situasinya bisa berubah jika orang yang kuat tersebut benar-benar marah dan mencapai ambang batas kesabaran. Saat itu, orang lemah bisa memanfaatkan situasi, memancing kemarahan agar dapat menyebarkan isu bahwa mereka adalah korban yang teraniaya atau diintimidasi oleh sosok yang dianggap kuat, terhormat, atau sukses. Tujuannya adalah menjatuhkan martabat pihak yang terlihat unggul, sesuai dengan pepatah ‘semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang ingin merobohkannya. Orang-orang lemah atau entah mereka orang susah ini sering mengambil keuntungan dari keadaan, mencari celah untuk menuntut hal-hal sepele demi keuntungan pribadi. Mereka melakukannya karena dilandasi perasaan iri atau dengki yang disamarkan sebagai tuntutan atas nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dan kemudian mendapatkan imbalan ganti rugi atas tuntutan mereka sebagai dasar perlakukan bar-bar, kasar, kejam, primitif atau tidak beradab mereka dengan merasa berhak dengan tidak peduli apakah baik atau jahat, benar atau tidak selain memikirkan nasip baik atau keberuntungan itu apakah berpihak kepada mereka atau tidak atas tindakan mereka dalam situasi yang menuntut mereka untuk memperoleh kemenangan atas perlakuan mereka kepada orang lain.
Hukum sebab akibat dari muslihat individu yang dianggap lemah memancing timbulnya kejahatan
Dalam banyak kejadian yang melahirkan konflik, banyak Kejahatan sering kali dapat dipicu oleh perilaku seseorang yang tidak menyadari kelemahannya, tetapi justru bersikap arogan dan merasa paling benar. Mereka percaya bahwa keberanian adalah kunci untuk mencapai kemenangan atau keberhasilan, sementara kelemahan mereka dianggap dapat melindungi mereka dari keadilan hukum yang mungkin lebih memihak kepada mereka, atau mungkin karena menganggap kodratnya mereka.
Namun sikap ini sering kali justru menimbulkan pelecehan terhadap diri mereka sendiri, karena ego yang besar mengalahkan kesadaran diri mereka. Ketidaksadaran ini mendorong mereka untuk bertindak tanpa mempertimbangkan konsekuensi, sehingga memicu reaksi negatif dari orang lain, termasuk dari individu yang sebenarnya baik.
Sehingga orang yang awalnya tidak berniat melakukan kejahatan bisa terdorong untuk bertindak manipulatif untuk kebaikan mereka, atau dalam kasus perselisihan yang panas orang baik dapat bertindak agresif akibat kurangnya kebijaksanaan dalam menghadapi intimidasi dari individu lemah yang arogan. Dalam banyak kasus, perilaku ini menciptakan konflik yang tidak perlu terjadi, memperbesar ketegangan sosial, dan akhirnya melahirkan tindakan kejahatan sebagai bentuk pelampiasan atau reaksi spontan.
Kejahatan itu dapat ditimbulkan atau dipancing oleh orang tidak tahu diri bahwa mereka itu lemah dengan sikap belagu yang merasa paling benar mereka menyakini bahwa keberanianlah yang akan mengantarkan mereka pada kemenangan (keberhasilan), maupun kodrat mereka yang lemah akan menyelamatkan mereka dari keadilan hukum yang akan berpihak kepada mereka. (no viral no justice) kodrat mereka yang lemah secara langsung mereka membuat mereka sendiri dilecehkan oleh orang lain karena ego mereka lebih besar dari kesadaran diri mereka (kebodohan), mereka sendiri dengan membuat orang lain yang awalnya orang baik dapat melakukan kejahatan karena kurangnya kebijaksanaan mereka menghadapi orang lemah belagu yang telah mengintimidasi mereka.
Hiburan kita – Hukum sebab akibat dari muslihat orang orang yang lemah memancing timbulnya kejahatan dalam melancarkan kejahatan baru untuk menjatuhkan martabat orang lain yang telah terpancing melakukan kejahatan yang disengaja atau tidak, yang disebabkan pemicu yang mendasarinya.
Pada akhirnya; orang lemah yang berkemampuan untuk mengintimidasi atau dengan memanipulasi orang lain itu jauh lebih berbahaya, karena mereka menggunakan ancaman untuk memberitahu korbannya bila terjadi perlawanan, misal; akan dilaporkan ke polisi atau diviralkan.
Pada dasarnya, tidak ada manusia yang sepenuhnya ‘benar’ dalam perilakunya. Mereka yang memiliki sesuatu yang dibanggakan, seperti materi atau privilege (orang kaya), sering kali menjadi tinggi hati dan ingin dihormati. Namun, di sisi lain, orang yang kurang secara materi (orang miskin) cenderung menjadi pemicu konflik. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM) mereka, yang membuat mereka merasa rendah diri dan memunculkan ego dengan sikap belagu. Sikap ini, pada gilirannya, memicu orang kaya dengan privilege untuk merespons dengan perilaku buruk, seperti melakukan kejahatan yang didorong oleh ego mereka dalam mempertahankan kehormatan.
Hiburan Kita – Harmoni demokrasi. Pada dasarnya orang memiliki privilege itu melahirkan keberagaman dalam berdemokrasi.
Dalam hal ini, bahwa kebaikan dapat menjadi awal munculnya kejahatan ketika diberikan kepada orang dengan SDM rendah yang membuat mereka menjadi orang tidak tahu diri (mentalitas). Mereka cenderung bertindak dan berpikir berdasarkan ego (mental miskin), yang sering kali lebih besar dari pada kemampuan mereka untuk memahami situasi dengan bijak karena ego mereka lebih besar dari pada isi kepala mereka.
Dan jika dirimu ingin selamat, atau tidak ingin mengalami masalah dalam hidup kamu, jangan pernah berbuat baik kepada mereka, karena dirimu akan bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi kepada mereka, (kamu dapat disalahkan), atau apa yang mereka alami ketika bantuanmu tidak dapat membuat mereka sepenuhnya terbantu atau merasa kurang/tidak puas dengan bantuan mu. Karena mereka dengan SDM rendah itu pada dasarnya tidak tahu di untung atau tidak tahu bersyukur. (Pengalaman pribadi). Tetapi, jika dirimu berada di dekat mereka dan tidak peduli terhadap mereka, mereka pun juga dapat menyalahkanmu yang membuat mereka membencimu karena tidak peduli dengan mereka yang seharusnya mendapatkan bantuan, terutama perhatian mu kepada mereka. Karena secara psikologis SDM rendah + mental miskin itu rasa malunya kurang, atau bahkan tidak merasa malu sama sekali, (tidak tahu malu) atau tidak tahu diri, dan emosi mereka itu labil (mudah tersinggung), mau marah tapi tidak jelas apa yang mereka benarkan? Apakah SDM rendah + Mental miskin itu seorang idealis? atau mereka seorang victim mentality? atau mereka individu yang agamis/religius tetapi watak dan tabiat nya buruk (minus) yang berlindung dibalik agama untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan darimu? “Obsesi, niat atau itikad yang dipertanyakan!?” Sebab mereka yang tidak memiliki kualitas diri yang baik (watak/tabiat) tetapi mereka agamis memang individu yang berbahaya karena tidak semua orang beragama itu baik watak/tabiatnya, karena semua orang dapat menjadi beragama tetapi belum tentu baik watak/tabiatnya. Ini pengalaman pribadi dengan memiliki banyak kenalan dengan orang berlatarkan belakang dari pondok tetapi perilakunya minus (watak/tabiat) tidak sebaik dengan latar belakangnya. Dan saya bukan membicarakan diri saya sendiri yang memang tidak sebaik mereka soal materi agama, tetapi saya memang dianggap lawan atau berpotensi bagi mereka karena menghalangi rezeki di ranah dari profesi mereka. (Deepweb)!!!
Sumber daya manusia (SDM) yang rendah
Sumber daya manusia (SDM) yang rendah sering kali dianggap sebagai kekuatan yang merakyat, karena keberadaan mereka mencerminkan potensi besar jika bersatu dengan baik dalam jumlah yang masif. Dan sumber daya manusia (SDM) yang rendah sering kali dipandang sebagai tantangan utama dalam suatu masyarakat. Namun bila di biarkan maka mereka dapat menjadi kekuatan yang merakyat. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama:
Kuantitas yang Masif:
SDM dengan tingkat pendidikan atau keterampilan rendah sering kali mendominasi jumlah populasi di banyak negara berkembang, salah satunya negara kita tercinta Indonesia. Dalam situasi ini mereka menjadi pilar utama dari berbagai sektor, seperti tenaga kerja kasar, yang menopang fondasi ekonomi nasional. Ketika diberdayakan dengan baik melalui pelatihan dan edukasi, kelompok ini memiliki potensi untuk menggerakkan roda perekonomian secara keseluruhan.
Kesatuan Emosional Kolektif:
Kelompok ini cenderung memiliki rasa kebersamaan yang kuat, terutama dalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan kesenjangan sosial dan ketidakadilan. Persatuan mereka bisa menjadi kekuatan politik atau sosial yang besar, seperti terlihat dalam berbagai gerakan massa yang sering dipimpin oleh mereka yang merasa tertindas atau kurang terwakili. Hal ini juga dapat digunakan untuk menjatuhkan martabat orang lain dengan sikap egois dan iri terhadap kesuksesan orang lain secara emosional dengan mudah merasa tidak senang dengan upaya mereka menyuarakan tuntutan.
Kemiskinan yang merakyat adalah sumber kekuatan
Hidup adalah cerita tentang menjatuhkan atau dijatuhkan, hal ini dikarenakan banyak orang mungkin tidak ingin melihat kamu lebih sukses atau bahagia dari mereka, mungkin karena masalah yang mereka hadapi membuat mereka sulit meraih kebahagiaan. Terkadang mereka menyalahkan kamu atas kesialan atau kemalangan yang mereka alami hanya karena melihat kamu lebih bahagia. Ini bisa memicu rasa iri yang mendalam, yang menyebabkan mereka menganggap kamu bertanggung jawab atas penderitaan mereka.
Orang yang memiliki harga diri rendah (low self-esteem) cenderung bertindak berdasarkan ego, yang sering kali disebabkan oleh kebodohan mereka atau karena ego mereka lebih besar dari pada pengetahuan yang mereka miliki.
Hiburan Kita – Pengetahuan melahirkan kebajikan dan ketidaktahuan melahirkan kekacauan (Emotional distortion).
Ego besar karena kebodohan sering kali memicu rasa superioritas pada sebagian orang, yang membuat mereka merasa berhak untuk menang. Mereka percaya bahwa keberuntungan dan keadilan berpihak pada mereka yang berani, terutama dalam konteks kelompok yang merasa tertindas atau lemah. Kemiskinan yang meluas pun sering kali menjadi sumber kekuatan emosional yang membentuk aliansi politik berbasis solidaritas, mengusung konsep “kita vs mereka” untuk memperkuat persatuan. Dengan demikian berhentilah berusaha menjadi orang hebat dengan menjadi berbeda hanya untuk menjadi orang besar, karena itulah awal mula dari segala masalah hidup kita. Semakin besar kekuatan karena keberhasilanmu semakin besar pula tanggung jawab yang harus kamu pikul. Selain itu semakin banyak pula orang yang tidak menyukaimu, terutama jika mereka merasa hidupmu lebih baik dari pada hidup mereka dengan bersorak atas kejatuhan mu agar merakyat seperti mereka untuk keadilan bagi seluruh rakyat.
Hubungan sosial pada dasarnya sering kali dipengaruhi oleh emosi yang membentuk perilaku, dan sudut pandang individu. Di antara sifat-sifat yang kurang terpuji dalam interaksi sosial, ada satu yang sangat merusak: tidak ingin melihat orang lain bahagia. Sifat ini yang berakar pada rasa iri, rasa tidak aman, atau ketidakbahagiaan mendalam, dapat merusak kepercayaan, menghancurkan hubungan, dan menghambat keharmonisan bermasyatakat.
Apa Artinya Tidak Ingin Melihat Orang Lain Bahagia?
Sifat ini muncul dalam bentuk ketidaknyamanan, baik secara sadar maupun tidak sadar, merasa tidak suka saat melihat orang lain mengalami kebahagiaan, kesuksesan, atau kepuasan pada kehidupan orang lain. Hal ini dapat melibatkan rasa iri terhadap pencapaian seseorang, memiliki niat atau keinginan untuk mengurangi kebahagiaan orang lain, atau bahkan merasa senang saat orang lain mengalami kesulitan. Orang dengan kecenderungan ini sering kali kesulitan untuk menghargai momen positif dalam kehidupan orang lain.
Penyebab Utama mereka tidak suka melihat orang lain bahagia.
Rasa Tidak Aman
Rasa tidak aman adalah penyebab utama di balik perilaku ini. Orang yang merasa tidak cukup baik dalam hidupnya cenderung iri terhadap mereka yang terlihat lebih sukses, bahagia, atau puas. Perbandingan ini hanya memperburuk perasaan rendah diri.
Kecemburuan
Kecemburuan sering kali memicu rasa dendam. Melihat orang lain sukses atau bahagia dapat memunculkan pikiran seperti, “Mengapa bukan aku?” Pola pikir ini menciptakan penghalang untuk menghargai kebahagiaan orang lain.
Trauma atau Ketidakbahagiaan di Masa Lalu
Orang yang pernah mengalami kekecewaan atau penderitaan berat mungkin merasa pahit, sehingga kurang cenderung untuk tidak mudah merasa senang (tidak suka) dengan pencapaian orang lain. Rasa sakit mereka menjadi jalan yang mengubah cara mereka memandang kebahagiaan orang lain.
Mentalitas Kekurangan
Mentalitas kekurangan menciptakan keyakinan bahwa kebahagiaan, kesuksesan, atau kasih sayang itu terbatas karena nasip atau peluang mereka kecil. Orang dengan sudut pandang ini sering berpikir bahwa kebahagiaan orang lain adalah kerugian bagi mereka, yang kemudian memicu rasa sakit hati bahkan rasa dendam.
Pengaruh dari sistem Demokrasi
Demokrasi dan Dinamika Kebebasan yang Rumit
Demokrasi sering kali diwarnai oleh keributan karena memberikan ruang bagi perbedaan pendapat dan kebebasan berekspresi. Dalam sistem ini, setiap individu memiliki hak untuk menjalani hidup sesuai dengan prinsip dan keyakinan mereka. Hal ini menciptakan lingkungan yang kaya akan keberagaman, tetapi sekaligus menjadi lahan subur bagi konflik, terutama ketika prinsip satu pihak berbenturan dengan prinsip pihak lain. Kebebasan yang dijamin oleh demokrasi adalah pedang bermata dua: di satu sisi, ia mendorong toleransi dan inovasi, tetapi di sisi lain, ia dapat menimbulkan perselisihan yang tajam, terutama ketika perbedaan tersebut menyentuh isu-isu sensitif seperti Hak Asasi Manusia (HAM).
Keadilan berlaku untuk orang lemah jika itu mengenai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
HAM, sebagai pilar penting dalam demokrasi, sering menjadi medan pertempuran ideologis. Misalnya, hak atas kebebasan berekspresi dapat bertabrakan dengan hak untuk tidak dihina atau didiskriminasi. Dalam masyarakat demokratis, batas antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif sering kali sulit ditentukan. Ketika individu terlalu berfokus pada haknya sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain, muncul fenomena egoisme yang dapat mengganggu harmoni sosial. Ini bukan berarti demokrasi menciptakan egoisme, melainkan bahwa sistem ini memungkinkan ego individu untuk muncul secara lebih terang-terangan karena adanya ruang untuk mengekspresikan diri secara bebas.
Terciptanya keegoisan dalam demokrasi.
Namun, demokrasi juga menawarkan mekanisme untuk mengatasi konflik ini melalui dialog, konsensus, dan hukum. Dalam idealnya, demokrasi bukan sekadar sistem yang memfasilitasi perbedaan, tetapi juga sistem yang mencari keseimbangan antara hak individu dan kewajiban kolektif. Sayangnya, dalam praktiknya, proses ini tidak selalu berjalan mulus. Kesenjangan pemahaman tentang batasan hak sering kali menjadi pemicu ketegangan. Ego individu, yang pada dasarnya adalah refleksi dari kebutuhan dasar manusia untuk dihormati dan diakui, menjadi semakin nyata dalam masyarakat yang pluralistik.
Pada akhirnya, demokrasi bukanlah sistem yang bebas dari konflik, melainkan sebuah arena
Hiburan Kita – Demokrasi itu adalah perkelahian atau kekacauan, karena Hidup bernegeara tanpa keributan dan perselisihan yang dapat menimbulkan kekacauan itu bukanlah demokrasi.politikdi mana konflik dapat dikelola dengan cara yang damai dan konstruktif. Keributan yang terjadi dalam demokrasi bukanlah tanda kelemahannya, melainkan bukti bahwa sistem ini hidup dan dinamis. Tantangannya adalah bagaimana menjadikan setiap perbedaan bukan sebagai sumber perpecahan, melainkan sebagai pijakan untuk saling memahami dan membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
“Hak” kamu “Hak” saya dengan mempeributkan HAM atau memperebutkan hak dalam demokrasi.
Demokrasi sering kali diwarnai oleh keributan karena memberikan ruang bagi perbedaan pendapat dan kebebasan berekspresi. Sistem ini memungkinkan individu menjalani hidup sesuai dengan hak dan prinsip masing-masing, yang kadang berbenturan dengan prinsip orang lain. Isu-isu seperti Hak Asasi Manusia (HAM) sering menjadi sumber perselisihan, terutama ketika batas antara kebebasan individu dan hak kolektif sulit ditentukan. Dalam konteks ini, ego individu dapat muncul, terutama ketika hak digunakan tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan tanggung jawab terhadap sesama.
Pengaruh dari Fear Factor
Mereka hanya melihat dirimu melalui rasa kecemburuan, sementara potensi tersembunyi dalam diri mereka sering kali berupa amarah dan kebencian. Jika ukuran tubuhmu setara dengan mereka, kamu akan dianggap sebagai rival atau musuh, baik dalam persaingan maupun karena perasaan dengki hati. Mereka tidak suka melihat orang lain lebih dari diri mereka maka dengan menunjukkan kekayaan dapat menjadi cara untuk menyingkirkan mereka, karena secara psikologis, mereka akan mundur dan menghilang dengan sendirinya saat menyadari bahwa kamu berada di luar jangkauan mereka. Sebaliknya, jika kamu tidak menampilkan keunggulan yang mereka hormati, mereka akan meremehkanmu. Hal ini terjadi karena mereka merasa lebih unggul dalam sesuatu yang mereka banggakan, sehingga dengan mudah bersikap tidak beretika, tidak tahu sopan santun, dan meremehkanmu. Kurangnya ‘fear factor’ dalam diri mereka membuat mereka berani bersikap demikian. (menyepelekan).
privilege adalah keberagaman dalam demokrasi
Filosofi hidup dalam berdemokrasi
Berhentilah mengejar kehormatan dengan menjadi berbeda hanya demi mendapatkan pengakuan sebagai orang besar. Sebab tindakan yang dilandasi oleh keinginan memperkuat citra semata adalah akar dari banyak masalah dalam hidup. Keberhasilan yang dibangun di atas landasan ambisi membawa tanggung jawab besar yang sering kali sulit dipikul, dan seiring dengan bertambahnya keberhasilan, bertambah pula risiko munculnya kecemburuan dari orang-orang di sekitar. Ini terjadi karena manusia cenderung membandingkan hidupnya dengan orang lain, dan sering kali merasa terancam oleh keberhasilan yang tidak mereka miliki. Pada akhirnya mereka mungkin berharap kejatuhanmu, bukan karena keadilan yang sejati, melainkan karena rasa iri yang membuat mereka ingin meratakan perbedaan.
Hiburan Kita – Demokrasi yang disertai prinsip atau dasar Pancasila adalah kesempurnaan etika Politik berdemokrasi.
Konten di bawah ini adalah iklan dari platform lain. Media kami tidak terkait dengan konten ini.